contoh iklan header
Pasang Iklan Running Text Anda di sini atau bisa juga sebagai iklan headliner di atas (600x100)px

Sejarah Raja Ali Hajji Fi Sabilillaah

banner
Raja Ali Haji bin Raja Haji Ahmad atau cukup dengan nama pena-nya Raja Ali Haji (lahir di Selangor, ca. 1808 - meninggal di Pulau Penyengat, Kepulauan Riau, ca. 1873, masih diperdebatkan) adalah ulama, sejarawan, dan pujangga abad 19 keturunan Bugis dan Melayu. [1] Dia terkenal sebagai pencatat pertama dasar-dasar tata bahasa Melayu lewat buku Pedoman Bahasa; buku yang menjadi standar bahasa Melayu. Bahasa Melayu standar itulah yang dalam Kongres Pemuda Indonesia 28 Oktober 1928 ditetapkan sebagai bahasa nasional, bahasa Indonesia. Ia merupakan keturunan kedua (cucu) dari Raja Haji Fisabilillah, Yang Dipertuan Muda IV dari Kesultanan Lingga-Riau dan juga merupakan bangsawan Bugis.

Mahakaryanya, Gurindam Dua Belas (1847), menjadi pembaru arus sastra pada zamannya. Bukunya berjudul Kitab Pengetahuan Bahasa, yaitu Kamus Loghat Melayu-Johor-Pahang-Riau-Lingga penggal yang pertama, merupakan kamus ekabahasa pertama di Nusantara. Ia juga menulis Syair Siti Shianah, Syair Suluh Pegawai, Syair Hukum Nikah, dan Syair Sultan Abdul Muluk. Raja Ali Haji juga patut diangkat jasanya dalam penulisan sejarah Melayu. Buku berjudul Tuhfat al-Nafis ("Bingkisan Berharga" tentang sejarah Melayu), walaupun dari segi penulisan sejarah sangat lemah karena tidak mencantumkan sumber dan tahunnya, dapat dibilang menggambarkan peristiwa-peristiwa secara lengkap. Meskipun sebagian pihak berpendapat Tuhfat dikarang terlebih dahulu oleh ayahnya yang juga sastrawan, Raja Ahmad. Raji Ali Haji hanya meneruskan apa yang telah dimulai ayahnya. Dalam bidang ketatanegaraan dan hukum, Raja Ali Haji pun menulis Mukaddimah fi Intizam (hukum dan politik). Ia juga aktif sebagai penasihat kerajaan.

Ia ditetapkan oleh pemerintah Republik Indonesia sebagai pahlawan nasional pada 5 November 2004.
SILSILAH RAJA ALI HAJI
Ada sekian banyak tulisan yang merancukan tokoh Raja Ali Haji dengan Raja Haji, dengan Raja Ali Yang Dipertuan Muda Riau VIII, dengan Raja Ali Kelana. Padahal kerancuan sederhana seperti itu sebenarnya sama sekali tidak perlu terjadi apabila orang dituntun untuk memahami kebudayaan Melayu.

Cukup banyak nama Ali dalam runtunan peristiwa penting di Riau. Ini sering menjadi punca kerancuan bagi orang-orang yang kurang teliti mengikuti peristiwa tersebut. Selain Ali bin Raja Ahmad atau Raja Ali Haji, ada Ali Yang Dipertuan Muda Riau V (1784 – 1806) yaitu Raja Ali Ibni Daeng Kamboja, ada Ali yang menjadi Yang Dipertuan Muda Riau VIII (1845 – 1857) yaitu Raja Ali bin Raja Ja’far, ada Ali yang menjadi Kelana terakhir pada Kerajaan Riau Lingga yaitu Raja Ali Kelana atau dikenal juga dengan nama Raja Haji Ali bin Ahmadi.

Berdasarkan karya-karya yang dapat dikumpulkan dan dikenal baik secara luas atau secara terbatas, dapatlah dibuat ranji silsilah raja-raja Riau yang mempunyai hubungan kekeluargaan yang rapat dengan Raja Ali Haji :
Raja Haji Fisabilillah memiliki 2 orang anak yakni Raja Ahmad Engku Haji Tua dan Raja Ja'far. Anak Raja Ahmad Engku Haji Tua adalah Raja Abdul Hamid dan Raja Ali Haji. Anak Raja Ja'far adalah Raja Ali dan Raja Abdullah. Anak Raja Abdul Hamid adalah Raja Abdul Mutalib. Anak Raja Ali bin Raja Ja'far adalah Raja Muhammad Yusuf al Ahmadi. Anak Raja Abdullah adalah Raja Muhammad Tahir. Anak Raja Muhammad Yusuf al Ahmadi adalah Raja Ali Kelana. Anak Raja Muhammad Tahir adalah Badriah M. Tahir dan R.H.M. Said.
Berdasarkan ranji di atas, Raja Ali Haji adalah cucu dari Raja Haji. Ali adalah nama sebenar dari Raja Ali Haji. Dalam buku-buku lama, nama Raja Ali Haji dikenal pula sebagai Raja Ali Al-Hajj, Raja Ali ibni Raja Haji Ahmad, dan Al-Hajj Ali ibni Ahmad Al-Riauwiyah. Bila kita merujuk pada istilah sekarang, nama Raja Ali Haji adalah Haji Raja Ali.

Raja Ali Haji adalah Raja Ali Al-Hajj ibni Raja Ahmad Al-Hajj ibni Raja Haji Fisabilillah atau Engku Haji Ali Ibni Engku Haji Ahmad Riau. Dilahirkan di akhir tahun 1808 di Pulau Penyengat. Ayahnya bernama Raja Ahmad dan ibunya bernama Encik Hamidah binti Panglima Malik Selangor.

Raja Ali Haji tokoh terkenal dan dihormati dalam sejarah kehidupannya. Pada tahun 1868, utusan Abu Bakar dikirimkan menemui Raja Ali Haji sebab dia “seorang raja yang tua lagi berilmu”. Raja Ali Haji boleh dikatakan mewakili golongan elit Riau. Dia keturunan Bugis-Melayu dan cucu Raja Haji (syahid 1784). Beberapa kali berkunjung ke Pulau Pinang, Timur Tengah, Betawi, dan Singapura bersama ayahnya. Dia mendapat didikan yang baik dalam bahasa Melayu maupun bahasa Arab dan bercampur gaul dengan orang pintar dan sarjana-sarjana Belanda. Pada akhir abad ke-19 dia dijadikan sebagai contoh teladan masyarakat.

Raja Ali Haji adalah sarjana bahasa Arab dan dia tentu mengetahui bahwa sejarah dianggap sebagai pelajaran ilmiah oleh ulama. Raja Ali Haji mengajar bahasa Arab, ushuluddin, fiqh, tasawwuf. Salah seorang muridnya ialah saudara sepupunya yang bernama Raja Abdullah (kemudian menjadi Yamtuan Muda). Dalam setiap karyanya tampak sekali pemikiran-pemikirannya di bidang keagamaan. Hal ini disebabkan karena Raja Ali Haji, menurut Hasan Junus, “sebagai ulama-pengarang dan pengarang-ulama, sumber rujukannya al-Quran dan al-Hadist”.

Raja Ali Haji adalah seorang sastrawan, sejarawan, budayawan, ulama, dan pemikir politik. Raja Ali Haji telah mengarang berbagai Kitab, meliputi bahasa, sastra, sejarah, hukum, dan agama.

Sumber :  
http://id.wikipedia.org/wiki/Ali_Haji_bin_Raja_Haji_Ahmad
http://syamsulhendry.blogspot.com/2013/03/raja-ali-haji-cucu-raja-haji.html
http://www.rajaalihaji.com/id/biography.php

Post a Comment

Silakan pos kan komentar Anda yang sopan dan harap tidak melakukan pelecehan apalagi yang berkaitan dengan SARA.
Terima kasih.
Wassalam
Redaktur bksOL

Previous Post Next Post
banner